Fenomena flexing menjadi sebuah perbuatan yang diminati dan
dikhawatirkan akan menjadi patokan atau role model dalam berpenampilan
ataupun bersikap yang bertolak belakang dengan ajaran Islam kepada umatnya
untuk bersifat tawadhu. Terlebih sikap sombong dalam memamerkan harta
secara tidak langsung bisa saja menyakiti orang-orang miskin, bahkan bisa
menimbulkan hasad pada mereka. Apapun alasannya, tidak dibenarkan jika
seseorang yang kaya bersikap sombong dan menyombongkan hartanya.
Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri ayat-ayat tentang flexing dan
menganalisisnya melalui sudat pandang penafsiran Hamka dalam Tafsir Al-Azhar.
Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah (library research)
dalam teknis deskriptif kualitatif eksploratif, dengan menekankan pada sumber
tertulis karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) yakni Tafsir Al-Azhar.
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dokumentasi, dengan
menerapkan empat teknik analisis data, yaitu analisis historis, isi, reflektif, dan
kritis.
Adapun hasil dari penelitian ini yakni pertama, flexing merupakan
gambaran tentang kebutuhan manusia terhadap eksistensi atau pengakuan dari
orang lain. Kedua, Ayat-ayat fleixing dalam Al-Qur’ān disinggung dalam Q.S.

Al-Baqarah (2): 264, Q.S.An-Nisā (4): 38, 142, Q.S. Al-Anfāl (8): 47, Q.S. Al-
Qashas (28): 76, Q.S. Al-Isrā’ (17): 37, Q.S. Al-Mā’ūn (104): 4-6, dan Q.S.

Luqmān (31): 18. Ketiga, Menurut ulama, perbuatan yang dilandaskan keinginan
dipuji (flexing) menghilangkan esesni amalan dan menghilangkan pahala. Bentuk
flexing yang disinggung oleh Ulama di antaranya; flexing dengan anggota badan,
flexing tingkah laku dan pakaian, flexing dengan perkataan dan flexing dengan
perbuatan Keempat, flexing menurut Hamka dikategorikan melalui dua
kecenderungan sifat tercela yakni sombong dan riya dalam hal ibadah maupun
dari aspek sosial.