Dalam kesaksian zina para ulama tidak menerima kesaksian perempuan sebagai saksi. Padahal pada zaman sekarang ini, perempuan dan laki-laki sama-sama memiliki peluang yang sama dalam akses pendidikan, sosial, dan lain sebagainya. Tidak seperti perempuan-perempuan pada zaman dahulu yang diperintahkan untuk berdiam diri di rumah.
Melihat dari fanomena tersebut, peneliti berupaya mengkaji saksi zina yang terdapat dalam Q.S. An-Nūr ayat 04 menganalisisnya dengan menggunakan pendekatan Ma’na>-cum-maghza>. Yaitu sebuah pendekatan yang menitikberatkan pada interpretasi yang berlandaskan pada dua faktor utama, yaitu makna/pesan utama historis (ma’na>), dan pesan utama/signifikansi historis (maghza>) kemudian signifikansi teks tersebut dikembangkan ke dalam konteks kekinian dan kedisiplinan. Tujuan dari penelitian ini adalah meneliti kembali perkara saksi dalam perkara zina apakah perempuan bisa menjadi saksi dalam perkara zina.
Adapun temuan dalam skripsi ini ialah: (1) Makna historis (ma’na> at-ta>rikhī) Q.S. An-Nūr ayat 04. Pembuktian perkara zina mensyaratkan 4 orang saksi dari laki-laki yang melihat secara langsung perkara. (2) Signifikansi fenomenal historis (maghza> at- ta>rikhī) Q.S. An-Nūr ayat 04 ialah merupakan teguran kepada masyarakat pada saat itu bahwa menetapkan perkara tuduhan perzinahan bukan sesuatu hal yang sepele membutuhkan syarat yang sulit dipenuhi. (3) Signifikansi fenomenal dinamis (maghza> al-mutaharrik) Q.S. An-Nur ayat 04. Dengan perkembangan zaman tidak bisa merubah syarat terdahulu yakni saksi harus berjumlah 4 orang laki-laki yang adil dan beserta syarat lainnya.