ABSTRAK

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 140/PUU/XXI/2023 menjadi
tonggak penting dalam perlindungan hak anak pasca perceraian, khususnya dalam
kasus perebutan hak asuh. Dalam putusan ini, MK menegaskan bahwa orang tua
yang tidak memiliki hak asuh dan mengambil anak secara paksa dapat dikenakan
sanksi pidana. Keputusan ini didasarkan pada interpretasi terhadap Pasal 330 ayat
(1) KUHP yang menyatakan bahwa frasa "Barang siapa" mencakup semua
individu, termasuk orang tua kandung yang tidak memiliki hak asuh sah.
Penelitian ini mengkaji putusan tersebut dalam perspektif Maslahah Mursalah,
yaitu prinsip dalam hukum Islam yang menitikberatkan pada kemaslahatan umum
tanpa adanya dalil spesifik yang mengaturnya. Dari sudut pandang ini, putusan
MK menunjukkan keberpihakan terhadap perlindungan hak anak, stabilitas
emosional, dan kepastian hukum bagi pemegang hak asuh yang sah. Penerapan
Maslahah Mursalah dalam putusan ini memastikan bahwa hukum terus
beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat, terutama dalam memberikan
perlindungan terhadap anak dalam situasi perceraian. Penelitian ini menggunakan
metode yuridis-normatif dengan pendekatan analisis hukum Islam serta studi
putusan MK. Hasil kajian menunjukkan bahwa keputusan ini sejalan dengan
prinsip keadilan dalam Islam, yang menekankan kepentingan terbaik bagi anak
sebagai prioritas utama. Dengan demikian, Putusan MK 140/PUU/XXI/2023

bukan hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-
nilai kemanusiaan dan keadilan dalam sistem hukum nasional.

Kata Kunci: Hak Asuh Anak, Putusan MK, Maslahah Mursalah, Kepentingan
Terbaik Anak, Hukum Keluarga