ABSTRAK

Indonesia merupakan negara multikultural, dan menganut sistem
pemerintahan demokrasi. Dalam memilih pemimpin pada sistem demokrasi ini
dilakukan secara langsung oleh rakyat sehingga memberi peluang bagi siapa saja
untuk dapat memimpin walaupun terdapat perbedaan keyakinan atau agama antara
yang memimpin dengan yang dipimpin. Hal ini terjadi di beberapa daerah dimana
seorang non Muslim menjadi pemimpin di daerah mayoritas Muslim. Hubungan
muslim dan non Muslim kerap diwarnai dengan isu-isu negatif. Banyak yang
berpandangan dengan salah satu aspek dalil al-Qur‘an bahwa tidak boleh Muslim
bergaul dengan non Muslim dengan bermacam alasan, terutama mengangkat non
Muslim menjadi pemimpin Muslim. Al-Qur‘an sebagai kitab suci yang
keontetikanya sudah dijamin akan tetap relevan dimanapun dan kapanpun. Maka
dari itu, peneliti meneliti tentang Kepemimpinan Non Muslim yang didasarkan
pada penafsiran ayat-ayat al-Qur‘an. Penafsiran yang dijadikan acuan dalam
penelitian ini adalah Tafsir Al-Misbah Tafsir dan Tafsir Al-Azhar. Kedua tafsir ini
merupakan sebuah karya mufassir asal Indonesia. Dan tafsir kontemporer yang
mempunyai korelasi dengan kehidupan saat ini. Penulis mencoba mencari
perbandingan diantara kedua tafsir ini.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah library research,
sehingga data yang diperoleh adalah berasal dari kajian teks atau buku-buku yang
relevan dengan pokok atau rumusan masalah di atas. Sifat penelitian ini adalah

kualitatif. Dalam menganalisa data penulis menggunakan metode deskriptif-
analitis juga menambahkan metode komparatif yakni membandingkan kedua

tafsir tersebut.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa kepemimpinan non
Muslim menurut M. Quraish Shihab tidak dilarang secara mutlak mengenai
memilih pemimpin non Muslim. Sedangkan Hamka dengan tegas menafsirkan
ayat-ayat tentang memilih pemimpin non Muslim adalah dilarang atau haram.

Kata Kunci: Kepemimpinan non Muslim, Al-Misbah, Al-Azhar