Ijarah, berasal dari kata al-ajru yang memiliki makna yang sama dengan kata al-
'iwadhu, mengindikasikan penggantian atau ketidakseimbangan. Menurut Dr.
Muhammad Syafi'i Antonio, Ijarah dapat diartikan sebagai perjanjian untuk
memindahkan hak penggunaan atas barang atau jasa dalam jangka waktu tertentu
dengan pembayaran sewa, tanpa melibatkan pengalihan kepemilikan. Beberapa
pandangan masyarakat memandang Ijarah sebagai jual-beli jasa (upah mengupah)
atau penyewaan barang untuk mendapatkan manfaat. Dalam studi ini, Rental
Mobil Selfira menjadi fokus penelitian karena adanya fakta ketidakpatuhan dalam
perjanjian sewa menyewa mobil. Pelanggaran kesepakatan, seperti penundaan
pembayaran atau penggadaian mobil kepada pihak ketiga, menjadi perhatian
utama. Hasil wawancara dengan penyewa mobil menunjukkan bahwa pengalaman
secara keseluruhan relatif positif, dengan mobil yang bersih, tarif yang wajar, dan
pelayanan yang baik. Namun demikian, dalam tinjauan hukum Islam, praktik
sewa-menyewa ini belum sepenuhnya memenuhi rukun dan syarat ijārah bagi
penyewa (mu'jir), karena adanya unsur gharar atau ketidakpastian yang membuat
pemilik mobil merasa tertipu. Oleh karena itu, perlu diperkuat sistem pengawasan
terhadap pelanggaran kesepakatan dalam proses penyewaan. Langkah-langkah
seperti peningkatan pengawasan terhadap pengembalian mobil sesuai kesepakatan
dan peningkatan kejelasan mengenai konsekuensi bagi penyewa yang melanggar
peraturan dapat membantu mempertahankan integritas praktik penyewaan mobil
di Desa Tangkit. Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan efektivitas dan
keamanan dalam praktik sewa menyewa mobil perlu menjadi perhatian utama,
sehingga dapat memberikan manfaat yang seimbang bagi kedua belah pihak,
yakni penyewa dan pemilik mobil, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam
yang melandasi transaksi tersebut.